Kamis, 25 Juli 2013

BKAD, Kewajiban Pemerintahan yang terabaikan



Oleh : Dina Dermawan
      Orde Reformasi yang kita alami banyak sekali membawa perubahan yang cukup besar sekali dan banyak manfaatnya. Namun tidak sedikit pendapat, orde reformasi dianggap tidak ada baiknya, malahan menimbulkan biaya tinggi, seperti : biaya sekolah makin tinggi, masuk kerja harus menyuap, dan tingkat korupsi makin tinggi. Dulu jaman orde baru, korupsi katanya hanya sampai tingkat kabupaten, sekarang sampai tingkat desa. Itulah gambaran perbedaan persepsi orang tentang reformasi. Tapi yang jelas perbedaan itu ditimbulkan oleh adanya perbedaan kepentingan/kebutuhan individu/pribadi. 
Tulisan ini, tidak akan membahas pro kontra seperti alinea diatas, tetapi saya mengajak anda untuk memahami dari sudut pandang peraturan, perundangan hukum saja. Salah satu produk hukum di jaman orde reformasi adalah UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Tepatnya pada bagian keenam diatur tentang kerjasama antar desa. Selanjutnya ditindaklanjuti dengan PP 72 dan 73 tahun 2005 tentang Desa dan Kelurahan (bab kerjasama antar desa). Dari UU dan PP tersebut, pemerintah dipandang perlu dapat membentuk badan kerjasama antar desa.
      Pembentukan kerjasama antar desa ini, tidak bersifat otomatis tetapi tergantung pada kebutuhan/kepentingan bersama antar desa. Jika dianggap ada kepentingan/kebutuhan bersama antar desa, maka desa-desa tersebut dapat membentuk Badan Kerjasama antar Desa (BKAD) yang diatur oleh keputusan bersama,  yang disetujui BPD dan dilaporkan kepada Bupati melalui Camat (Pasal 214 ayat 1 - UU 32 tahun 2004).
      Kerjasama antar Desa tersebut harus sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Dalam Pasal 83 (2) PP 72 Tahun 2005 tentang Desa, bidang-bidang yang dikerjasamakan adalah : Peningkatan perekonomian masyarakat desa, Peningkatan pelayananan pendidikan, Kesehatan, Sosial budaya, Ketentraman dan ketertiban; dan / atau Pemanfaatan sumberdaya alam dan teknologi tepat guna dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.
      Dihubungkan dengan kabupaten Purwakarta, yang kita cintai, pembentukan BKAD ini belum ada tindaklanjutnya (bahasa halusnya “terabaikan”) dari UU 32 Tahun 2004 dan PP 72 Tahun 2005 tentang “Desa”. Di beberapa kabupaten yang sudah ada tindaklanjutnya, biasanya dibentuk Perda tentang Badan kerjasama antar desa, sebagai payung hukum terendah pembentukan BKAD. Padahal Kabupaten Purwakarta telah mengikuti program PNPM MPd sejak Tahun 2001 (d/h PPK). Dalam PNPM MPd tersebut sangat sarat dengan muatan kerjasama antar desa.
      Sebagaimana Surat edaran MENDAGRI No: 414.2/1402/PMD TAHUN 2006; tentang Pelestarian dan pengembangan hasil-hasil PPK dan perlunya membentuk badan kerjasama antar desa. Ada beberapa hal yang dirasakan perlu adanya kerjasama antar desa seperti pelestarian / pemeliharaan sarana/prasarana yang mempunyai fungsi/manfaat antar desa, perguliran SPP/UEP lintas desa, sanksi lokal antar desa, dan lain-lain.
Yang cukup menggetarkan jiwa dan rasa, ternyata BKAD ini menjadi payung hukum bagi Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM MPd. Jadi bagi Pemerintah dan DPRD Purwakarta tidak punya pilihan lain, kecuali membuat peraturan daerah (perda) tentang Badan kerjasama antar Desa (BKAD). Sebenarnya produk hukum pemerintahan daerah bisa bersifat pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Permendargri 16 tahun 2006 meliputi:Peraturan daerah atau sebutan lain; Peraturan kepala daerah; dan Peraturan bersama kepala daerah.
Dan Produk hukum daerah yang bersifat penetapan meliputi: Keputusan kepala daerah; dan Instruksi kepala daerah. Keberadaan BKAD ini bisa menguatkan kedudukan desa sebagai satu kesatuan masyarakat hukum dalam suatu pola pengembangan modal social, budaya, ekonomi, politik dan sumber daya. Di Kabupaten Purwakarta sendiri telah terbentuk BKAD di 16 Kecamatan PNPM MPd, malahan telah terbentuk pula forum BKAD nya.
Memang pembentukan perda tentang BKAD ini tidak mudah dilaksanakan, tetapi tidak juga susah untuk dikerjakan; tinggal komitmen kuat antar pemerintah daerah, DPRD dan masyarakat. Selama ada keinginan, komitmen atau goodwill kuat, pasti akan terwujud.
      Maka dari itu, masyarakat PNPM MPd yang diwakili oleh forum BKAD sudah selayaknya berpikir dan berjuang menuju kearah sana. Ada tidaknya fasilitator/Konsultan (Tim Faskab, FK, dan FT) itu bukan sesuatu hal yang mutlak, tetapi hanya sebagai fasilitator saja. Pengurus BKAD harus punya kemampuan, pemahaman, gerakan dan tujuan yang terarah. Sehingga kerjanya tidak bersifat menunggu tetapi jemput bola, tidak pasif tetapi aktif, dan tidak menjadi objek tetapi subjek.
Fungsi dan Peran BKAD dalam kaitannya  dengan ke-UPK-an, minimal diantaranya : pertama, Merumuskan, membahas, menetapkan, rencana strategis untuk pengembangan UPK baik sebagai lembaga penyalur dan pengelola program, maupun sebagai lembaga mikro finance; kedua, Membentuk UPK, TV, TP2 serta lembaga pendukung lain dan mendelegasikan tugas-tugas pengelolaan; dan ketiga, Membentuk BP-UPK sebagai wadah pendelegasian tugas pengawasan dan pemeriksaan kinerja UPK
      Memang pembentukan BKAD ini akan berimplikasi pada pembiayaan yang ditanggung Desa peserta dan Kabupaten. Selama pembiayaannya realistis dan strategis, bukan latah; pembiayaan itu menjadi konsekwensi logis, tetapi manfaat bagi masyarakat jauh lebih besar lagi.
      Melangkah satu kali dengan kejujuran dan kejuangan, jauh lebih bermakna dari pada melangkah berjuta kali tetapi latah. Selamat berjuang, masyarakat menunggu!

0 komentar:

Posting Komentar