Gedung Kembar

Kabupaten Purwakarta

Purwakarta Istimewa

Lembang - Bandung Barat

Pembuatan Film

Kecamatan Wanayasa

Fasilitator Kabupaten Purwakarta

PNPM Mandiri Perdesaan

UPK Se-Kabupaten Purwakarta

Gubernur Saba Desa

Audit Silang Antar Kecamatan

Kecamatan Pondoksalam - Kecamatan Bojong

Trial kegiatan Prasaran

Desa Tajursindang - Kecamatan Sukasani

Rabu, 28 Mei 2014

Purwakarta Terima Kunjungan Praktek Lapangan

Purwakara, 28 Mei 2014 Dalam rangka memeperdalam materi pelatihan penyegaran fasilitator kabupaten di wilayah RMC 3, maka Program Nasional Pemberdaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Kabupaten Purwkarta terima kunjungan praktek lapangan dari Fasilitator Keuangan Kabupaten se-Provnsi Jawa Barat dan Provinsi Kalimantan Barat. Ini merupakan tindak lanjut dari pelatihan penyegaran Fasilitator Kabupaten, Fasilitator Keuangan dan Fasilitator Teknik Kabupaten yang di selenggarakan di Jakarta pada tanggal 17 sampai dengan 27 Mei 2014. Kecamatan yang dikunjungi yaitu Kecamatan Darangdan, Kecamatan Kiarapedes dan Kecamatan Tegalwaru. Pada praktek lapangan tersebut para Fasilitator Keuangan Kabupaten melakukan Audit dari mulai pengelolaan dana bergulir, tahapan, sampai melihat pelaksanaan pembangunan non spp. Kunjungan diakukan selama 2 hari yaitu sabtu dan minggu, tim kunjungan dibagi menjadi 3 Kelompok. Untuk Kelompok 1 Kecamatan Darangdan yang menjadi tempat kunjungan. Di Kecamatan Darangdan kelompok 1 pun diterima oleh Suryana,SE, Kasubid sarna dan prasrna bidang pemberdayaan masyarakat, yang didampingi Naning Sariningsih,SH Ketua UPK Bingkit Darangdan, dan para pelaku PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Darangdan serta Fasilitator Kecamatan di kantor UPK Bingkit Darangdan.
Untuk kelompok 2 yang menjadi tempat kunjungan yaitu Kecamatan Kiarapedes yang di terima para pengurus UPK, BKAD dan Fasilitator Teknik Kecamatan Kiarapedes. Sedangkan Kelompok 3 Kecamatan Tegalwaru menjadi tempat praktek lapangan yang dikunjungi. Para Fasilitator Keuangan Kabupaten melakukan kunjungan ke kelompok SPP, kunjungan ke kelompok dilakukan untuk memeriksa administrasi kelompok. Menurut Endeh Nurohmah, ST Ketua UPK Tegalwaru “ Audit yang dilakukan para Fasilitator Keuangan Kabupaten yang ikut dalam praktek lapangan ini lebih dari audit yang dilakukan oleh BPKP, banyak pertanyaan yang dilontarkan ke kelompok SPP dan sangat detilnya dalam memeriksa administrasi kelompok SPP. Walaupun begitu, jika diambil dalam sisi positif nya, ini kita bias jadikan bahan buat perbikan.” “Meskipun kunjungan praktek lapangan ini dilakukan pada hari sabtu dan minggu kami tetep semangat untuk mendampingi dan siapkan semua berkas yang dibutuhkan untuk pemeriksan, harusnya kan hari minggu itu libur, tapi tidak apa-apa lah” ujar Endeh. Fasilitator Keuangan Kabupaten mengharapkan kepada Para pengurus UPK untuk terus membina kelompok-kelompok binaanya agar dapa mengisi semua pembukuan dengan baik dan benar. “Ini merupakan wujud transparansi dalam kelompok, semua anggota tahu tentang dana yang dikelola kelompok, dari mana dan untuk apa.UPK dalam hal ini punya peran dalam hal pemberdayaan kelompok untuk menciptakan wujud yang diharapkan PNPM,” tambahnya.

Senin, 12 Mei 2014

INOVATIF DAN KREATIFOleh Dina Dermawan

Purwakarta, Senin 12 Mei 2014. Sejak jaman dahulu di tatar Sunda ada tokoh cerita atau dongeng yang cukup terkenal dan melegenda. Tokoh tersebut adalah Si Kabayan. Si Kabayan merupakan orang yang digambarkan sebagai orang yang sangat malas dan kerjaannya hanya ngobrol di pos Ronda. Namun si Kabayan karena titis tulis bagja dirinya dapat istri yang cukup cantik yaitu si Iteng, anaknya Haji Si Abah. Dari mulai bujangan sampai sudah punya istri masih saja malasnya dipelihara. Si Kabayan sering dapat teguran dari mertuanya, yang lebih terkenal dengan sebutan si Abah. Lebih pas mungkin bukan teguran tapi nasihat atau masukan bagi si Kabayan dalam menghidupi kehidupan rumah tangganya. Salah satu nasihat si Abah kepada Si Kabayan adalah bahwa “Si Kabayan teh kudu motekar, ulah sare wae”. Motekar kira-kira diterjemahkan dalam alam modern ini mungkin Inovatif dan kreatif. Tapi benarkah si Kabayan itu pemalas? Ketika si Kabayan buntu dalam mencari pekerjaan, mertuanya si Abah selalu menasihati dengan kata-kata “kudu motekar”. Bagi Telinga si Kabayan, motekar itu sudah menjadi kosa kata yang paling banyak didengar. Tapi bagi si Kabayan tidak jelas aplikasi dari motekar itu apa? Dalam tataran program PNPM MPd di Jawa Barat, kata motekar (sebutan inovatif dan kreatif) sudah banyak dianjurkan ketika terjadi tahapan, kejadian, kasus masalah, dan progres dianggap stagnan. Ketika TPK atau BKAD/UPK stagnan dalam progres tahapan, seperti progres MDST, penyusunan dokumen awal 2014 & dokumen akhir 2013, progres pengembalian SPP/UEP, perkembangan kelompok dan kerjasama dengan pihak ke 3. Biasanya di kalangan Konsultan, FK atau FT selalu mengajak teman-teman TPK, BKAD dan UPK dalam pertemuannya untuk selalu inovatif dan kreatif dalam penyelesaiannya. Sebulan, dua bulan dan tiga bulan, tetap saja progres penyelesaiannya masih stagnan. Namun tetap saja si Fasilitator menganjurkan inovatif dan kreatif dalam penyelesaiannya. Dan ternyata, sikap dan prilaku Fasilitator seperti itu diikuti atau diabadikan penganjurnya yang lebih atas lagi. Lebih parahnya yang lebih atas, kadang-kadang anjuran kata-kata inovatif dan kreatif itu tidak nyambung dengan Sikon masalahnya, atau terlalu text mind thinking. Jika dilihat pada sisi jiwa seorang manusia, inovasi dan kreatif itu merupakan anugrah Allah Swt. Diberi tahu atau tidak, pada dasarnya manusia pasti makin lama makin maju dan terbarukan. Apakah jaman modern, abad ke 20 ini bisa dipastikan adanya pada waktu abad ke 2, wallahu alam bishawab. Tapi yang jelas kemajuan sekarang karena jerih payah (inovasi) manusia sebelumnya. Maka dari itu, mulai dari sekarang dalam menyelesaikan semua persoalan yang ada baik di PNPM maupun kehidupan umumnya, harus lebih aplikatif dalam memberikan masukan. Menyelesaikan masalah tunggakkan, penyalahgunaan dana dan progres tahapan tidak perlu dengan kata-kata inovatif dan kreatif, tetapi yang lebih aplikatif. Jangan-jangan si Fasilitator tersebut memang sudah buntu pemikirannya. Ada kasus yang bisa menjadi bahan obrolan, Ketika pelatihan BKAD di Kab. Bekasi sekitar Tahun 2012. Ada beberapa materi yang sangat menarik dan dibutuhkan BKAD. Yaitu BKAD harus bisa membangun kerjasama dengan pihak ketiga dan mampu mengambil/mengelola CSR. Ternyata materi itu sudah dijelaskan beberapa tahun sebelumnya. Anehnya, BKAD selalu bertanya bagaimana operasional pengurusnya, bagaimana kerjasama dengan pihak ketiga dan bagaimana meraih CSR. Kebetulan materi itu diberikan oleh salah satu FK yang ada di Kab. Bekasi. Ketika ada pertanyaan itu, semua menjawab dengan materi yang sudah dijelaskan. Waktu itu penulis sebagai Asistant Faskab, Jabatannya sedikit di atas FK, otomatis FK melirik minta bantuan jawaban yang lebih aplikatif. Waktu itu, penulis hanya melirik lagi dengan jawaban “itu juga sudah baik”. Sambil melirik lagi ke Faskab, yang jabatannya lebih tinggi lagi, ternyata sama lirikan dijawab dengan lirikan lagi. Di luar pelatihan, ada cerita buka-bukaan antara pemateri soal materi yang selalu ditanyakan BKAD. Buka-bukaannya adalah Fasilitator belum punya masukan aplikatif, tidak berpengalaman dalam mendekati/mendapatkan CSR dan buntu dalam membantu BKAD supaya dapat melaksanakan kerjasama dengan pihak ketiga dan mengelola CSR. Dari cerita pelatihan BKAD itu, ada poin yang sama dalam menyelesaikan sebuah persoalan, diperlukan masukan-masukan yang aplikatif (penuh hal-hal yang patut dicontoh dan sarat dengan pengalaman). Aplikatif bisa diuraikan dengan bahasa mudah, terukur dan bisa dilaksanakan. Hal ini jadi mudah, jika yang memberi masukan harus lebih banyak mendengar, banyak membaca, banyak pengalaman dan berjiwa halus. Insyaallah masukan yang aplikatif, memudahkan penyelesaian persoalannya. Karena seringnya diminta harus inovatif dan kreatif, pelaku malah melamun dan tidak gerak-gerak. Karena lagi memikirkan tindakan apa yang inovatif dan kreatif yang dapat menyelesaikan persoalan. Daya jangkau pemikirannya hanya terbelenggu oleh bahan bacaan dan pengalamannya. Anjuran inovatif dan kreatif jadi kontraproduktif dalam penyelesaian persoalan pekerjaan. Sekali lagi, Inovatif dan kreatif merupakan anugerah Allah swt yang dititipkan kepada manusia dalam menjalankan amanahnya sebagai khalifah di muka bumi. Maka dari itu, sekarang yang diperlukan adalah bagaimana membuka ruang dan jiwa untuk adanya kebebasan, keterbukaan dan keberanian dalam menjalankan kehidupan. Kembali lagi, ke dongeng orang sunda. Apakah si Kabayan itu pemalas atau mertuanya, si Abah yang tidak bisa memberikan masukan yang aplikatif. Jawabannya memang menjadi misteri seumur hidup, dan itulah yang menjadi selalu menarik untuk diceritakan oleh orang-orang Sunda. Cerita si Kabayan ini mudah-mudahan jadi inspiratif dalam menghidupkan ghirah inovatif dan kreatif.

Minggu, 11 Mei 2014

Sulitnya Menjadi Fasilitator Kecamatan

Purwakarta, Senin 12 Mei 2014. Pekerjaan fasilitator Pemberdayaan di Kecamatan bukan pekerjaan gampang. Tidak banyak yang bisa bertahan bekerja sebagai fasilitator, Banyak yang menyerah sebelum perang, tak sanggup jika ternyata ditempatkan di daerah yang jauh, terisolir. karena tidak terampil menjadi komunikator yang baik sebagai penyampai pesan yang handal untuk membuat perubahan, tidak mampu menghadapi watak masyarakat desa yang terkadang juga sulit dan belum tentu mau menerima kehadiran orang luar. Berbanding terbalik dengan Deden Suyud, ia merupakan Fasilitator Pemberdayaan PNPM Mandiri Perdesaan Kabupaten Purwakarta yang meminta ditempatkan di Kecamatan Sukasari, Kecamatan Sukasari adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Purwakarta yang terletak di seberang danau Jatiluhur, karna letaknya seberang danau Jatiluhur dan buruknya sarana infrastruktur untuk menuju ke kecamatan tersebut membuat kecamatan sukasari menjadi kecamatan terisolir. Dari 5 Desa yang berada di Kecamatan Sukasari, 3 Desa tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda 4 yg dikarnakan Tidak adanya jembatan penghubung. Menurut Deden Suyud yang akrab disapa Densuy menjelaskan “sebagai fasilitator pemberdayaan penuh dengan perjuangan. Pertama harus menyiapkan mental sebelum terjun ke lapangan, karena medan tempuh yang harus dilalui sehari-hari penuh perjuangan yang tidak tanggung-tanggung. akses jalan tanah berbatu yang penuh kubangan lumpur. Menyebrang dengan perahu dari desa ke desa, mengendarai sepeda motor, jalan kaki atau dengan goyang lutut, karena tak ada kendaraan yang bisa melintas. Bahkan tak jarang juga terpaksa mendorong sepeda motor yang digunakan mana kala ditengah jalan hujan deras membuat jalanan tak bisa dilalui kecuali berjalan kaki. sepeda motor yang digunakan harus sesifikasi khusus seperti Motor Trail.” Densuy menambahkan “terpaksa dan mau tak mau berkelana sendiri meninggalkan anak dan istri karena pekerjaan mereka terkategori tenaga kontrak yang setiap saat harus rela berpindah-pindah dari kecamatan satu ke kecamatan lain, atau juga berpindah kabupaten, tergantung wilayah terisolir mana lagi yang menjadi target pemberdayaan.”
“Honor fasilitator pemberdayaan terhitung lumayan. Sekitar Rp 4 juta sampai Rp 5,5 juta include dengan biaya operasional. Yah, setidaknya lebih besarlah jika dibandingkan dengan buruh pabrik. Tetapi sebanding juga dengan pekerjaannya yang super duper , mendampingi masyarakat yang harinya tidak berbatas, hari libur atau hari besar yang terkadang tetap mengadakan rutinitas pendampingan dan musyawarah, jam kerjanya tidak beraturan, karena terkadang malam hari pun harus mendampingi masyarakat, sebab jam sebegitulah masyarakat bisa meluangkan waktunya untuk berkumpul. Juga mobilitas yang tinggi perjalanan dari desa ke desa yang perharinya tidak ke mana harus membeli bensin 3 sampai 4 liter. Dan boleh dipertaruhkan, harga BBM di daerah terpencil jauh lebih mahal Rp 7.000 s/d Rp 8.000 perliternya, artinya untuk biaya transport saja mereka harus mengeluarkan biaya Rp 1 juta s/d Rp 2 juta. Itu kalau hanya jalur darat, Jika Menggunakan Perahu dengan mengeluarkan biaya Rp 250 ribu/hari. tentunya harus ada uang ekstra lain lagi. Itu belum lagi biaya minum/ makan dijalan untuk menuju dari satu desa ke desa lainnya yang jaraknya 10-20 km dengan kondisi yang rusak parah. Perharinya mereka harus menghabiskan uang sekitar Rp 50.000,- untuk biaya warung pagi siang dan malam. Jadi, berapakah uang yang tersisa ? dipotong biaya komunikasi, biaya koordinasi dengan kabupaten, biaya asuransi, biaya kesehatan, kredit sepeda motor dan lain sebagainya. Tentu tak banyak yang bisa singgah ke rumah untuk biaya hidup keluarga termasuk biya sekolah anak. Bagi yang berhemat, mungkin mereka masih bisa sedikit menabung, meskipun itu sangat sulit sekali. Tapi bagi saya ini pekerjaan mulia dan harus tetap semangat ditengah permasalahan yg ada.” Ujar Densuy. “Memang benar untuk di Kecamatan Sukasari memerlukan biaya akomodasi yang mahal jika melakukan fasilitasi ke desa – desa terutama ke Desa Ciririp, Desa Sukasari dan Desa Parungbanteng. “ ujar Jaenal Arifin, Ketua UPK Kecamatan Sukasari. Jaenal Arifin yang akrab dipanggil Jejen menambahkan “ Untuk Kecamatan Sukasari Fasilitator Kecamatan yang tangguh seperti Deden Suyud, yg bekerja demi panggilan hati masyarakat yang harus didampingi. Dan seiring permintaan laporan kerja setiap harinya dan bila saat-saat dibutuhkan, karena alur tahapan kerja sudah tertata rapi tanpa bisa ditoleransi. Pekerjaan tidak bisa terpaksa diliburkan karena honor dan biaya transport pada awal-awal tahun acap kali tertunda, bisa 1 bulan atau 2 bulan. Untuk urusan ini mereka memang harus pintar-pintar menyiasati. tetap saja para tenaga lapangan itu tetap komitmen, sabar dan sabar. seraya berdoa, semoga tahun-tahun berikutnya tak begitu.”