Senin, 12 Mei 2014

INOVATIF DAN KREATIFOleh Dina Dermawan

Purwakarta, Senin 12 Mei 2014. Sejak jaman dahulu di tatar Sunda ada tokoh cerita atau dongeng yang cukup terkenal dan melegenda. Tokoh tersebut adalah Si Kabayan. Si Kabayan merupakan orang yang digambarkan sebagai orang yang sangat malas dan kerjaannya hanya ngobrol di pos Ronda. Namun si Kabayan karena titis tulis bagja dirinya dapat istri yang cukup cantik yaitu si Iteng, anaknya Haji Si Abah. Dari mulai bujangan sampai sudah punya istri masih saja malasnya dipelihara. Si Kabayan sering dapat teguran dari mertuanya, yang lebih terkenal dengan sebutan si Abah. Lebih pas mungkin bukan teguran tapi nasihat atau masukan bagi si Kabayan dalam menghidupi kehidupan rumah tangganya. Salah satu nasihat si Abah kepada Si Kabayan adalah bahwa “Si Kabayan teh kudu motekar, ulah sare wae”. Motekar kira-kira diterjemahkan dalam alam modern ini mungkin Inovatif dan kreatif. Tapi benarkah si Kabayan itu pemalas? Ketika si Kabayan buntu dalam mencari pekerjaan, mertuanya si Abah selalu menasihati dengan kata-kata “kudu motekar”. Bagi Telinga si Kabayan, motekar itu sudah menjadi kosa kata yang paling banyak didengar. Tapi bagi si Kabayan tidak jelas aplikasi dari motekar itu apa? Dalam tataran program PNPM MPd di Jawa Barat, kata motekar (sebutan inovatif dan kreatif) sudah banyak dianjurkan ketika terjadi tahapan, kejadian, kasus masalah, dan progres dianggap stagnan. Ketika TPK atau BKAD/UPK stagnan dalam progres tahapan, seperti progres MDST, penyusunan dokumen awal 2014 & dokumen akhir 2013, progres pengembalian SPP/UEP, perkembangan kelompok dan kerjasama dengan pihak ke 3. Biasanya di kalangan Konsultan, FK atau FT selalu mengajak teman-teman TPK, BKAD dan UPK dalam pertemuannya untuk selalu inovatif dan kreatif dalam penyelesaiannya. Sebulan, dua bulan dan tiga bulan, tetap saja progres penyelesaiannya masih stagnan. Namun tetap saja si Fasilitator menganjurkan inovatif dan kreatif dalam penyelesaiannya. Dan ternyata, sikap dan prilaku Fasilitator seperti itu diikuti atau diabadikan penganjurnya yang lebih atas lagi. Lebih parahnya yang lebih atas, kadang-kadang anjuran kata-kata inovatif dan kreatif itu tidak nyambung dengan Sikon masalahnya, atau terlalu text mind thinking. Jika dilihat pada sisi jiwa seorang manusia, inovasi dan kreatif itu merupakan anugrah Allah Swt. Diberi tahu atau tidak, pada dasarnya manusia pasti makin lama makin maju dan terbarukan. Apakah jaman modern, abad ke 20 ini bisa dipastikan adanya pada waktu abad ke 2, wallahu alam bishawab. Tapi yang jelas kemajuan sekarang karena jerih payah (inovasi) manusia sebelumnya. Maka dari itu, mulai dari sekarang dalam menyelesaikan semua persoalan yang ada baik di PNPM maupun kehidupan umumnya, harus lebih aplikatif dalam memberikan masukan. Menyelesaikan masalah tunggakkan, penyalahgunaan dana dan progres tahapan tidak perlu dengan kata-kata inovatif dan kreatif, tetapi yang lebih aplikatif. Jangan-jangan si Fasilitator tersebut memang sudah buntu pemikirannya. Ada kasus yang bisa menjadi bahan obrolan, Ketika pelatihan BKAD di Kab. Bekasi sekitar Tahun 2012. Ada beberapa materi yang sangat menarik dan dibutuhkan BKAD. Yaitu BKAD harus bisa membangun kerjasama dengan pihak ketiga dan mampu mengambil/mengelola CSR. Ternyata materi itu sudah dijelaskan beberapa tahun sebelumnya. Anehnya, BKAD selalu bertanya bagaimana operasional pengurusnya, bagaimana kerjasama dengan pihak ketiga dan bagaimana meraih CSR. Kebetulan materi itu diberikan oleh salah satu FK yang ada di Kab. Bekasi. Ketika ada pertanyaan itu, semua menjawab dengan materi yang sudah dijelaskan. Waktu itu penulis sebagai Asistant Faskab, Jabatannya sedikit di atas FK, otomatis FK melirik minta bantuan jawaban yang lebih aplikatif. Waktu itu, penulis hanya melirik lagi dengan jawaban “itu juga sudah baik”. Sambil melirik lagi ke Faskab, yang jabatannya lebih tinggi lagi, ternyata sama lirikan dijawab dengan lirikan lagi. Di luar pelatihan, ada cerita buka-bukaan antara pemateri soal materi yang selalu ditanyakan BKAD. Buka-bukaannya adalah Fasilitator belum punya masukan aplikatif, tidak berpengalaman dalam mendekati/mendapatkan CSR dan buntu dalam membantu BKAD supaya dapat melaksanakan kerjasama dengan pihak ketiga dan mengelola CSR. Dari cerita pelatihan BKAD itu, ada poin yang sama dalam menyelesaikan sebuah persoalan, diperlukan masukan-masukan yang aplikatif (penuh hal-hal yang patut dicontoh dan sarat dengan pengalaman). Aplikatif bisa diuraikan dengan bahasa mudah, terukur dan bisa dilaksanakan. Hal ini jadi mudah, jika yang memberi masukan harus lebih banyak mendengar, banyak membaca, banyak pengalaman dan berjiwa halus. Insyaallah masukan yang aplikatif, memudahkan penyelesaian persoalannya. Karena seringnya diminta harus inovatif dan kreatif, pelaku malah melamun dan tidak gerak-gerak. Karena lagi memikirkan tindakan apa yang inovatif dan kreatif yang dapat menyelesaikan persoalan. Daya jangkau pemikirannya hanya terbelenggu oleh bahan bacaan dan pengalamannya. Anjuran inovatif dan kreatif jadi kontraproduktif dalam penyelesaian persoalan pekerjaan. Sekali lagi, Inovatif dan kreatif merupakan anugerah Allah swt yang dititipkan kepada manusia dalam menjalankan amanahnya sebagai khalifah di muka bumi. Maka dari itu, sekarang yang diperlukan adalah bagaimana membuka ruang dan jiwa untuk adanya kebebasan, keterbukaan dan keberanian dalam menjalankan kehidupan. Kembali lagi, ke dongeng orang sunda. Apakah si Kabayan itu pemalas atau mertuanya, si Abah yang tidak bisa memberikan masukan yang aplikatif. Jawabannya memang menjadi misteri seumur hidup, dan itulah yang menjadi selalu menarik untuk diceritakan oleh orang-orang Sunda. Cerita si Kabayan ini mudah-mudahan jadi inspiratif dalam menghidupkan ghirah inovatif dan kreatif.

0 komentar:

Posting Komentar